Judul
Buku : Hubungan Internasional: Perspektif dan TemaPenerbit : Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Penulis : Jill Steans dan Lloyd Pettiford
Cetakan : I, Februari 2009
Tebal : xviii + 500 halaman
Cover : Latar hitam dan biru
Laju perubahan “tatanan dunia” mengakibatkan makin
berkembangnya cakupan kajian Hubungan Internasional. Keadaan ini menuntut kita
mempertanyakan kembali cara kita dalam memahami sebuah dunia yang makin
kompleks.
Dalam perspektif dan tema, Hubungan Internasional
menunjukkan dinamisasi yang cepat. Apalagi terkait soal teori dan kronologi
waktu yang ada, hubungan antar-teori (antar-perspektif) sifatnya saling kritik
satu sama lain.
Di mulai tahun 1920-an sebagai titik poin mulai
berkembangnya studi Hubungan Internasional, kaum liberalis dengan perspektifnya
mengkritik kondisi politik internasional yang oleh kaum realis menganggap dunia
tidak dapat dilepaskan dari sifat dasarnya, yaitu anarkhis.
Hal tersebut pun berusaha dibuktikan oleh kaum
liberalis yang berangkat dari bidang ekonomi bahwa dunia ini dapat didamaikan
lewat kerjasama dan perdagangan. LBB (Liga Bangsa-Bangsa) dibentuk sebagai
penjaga perdaimaian dunia sekaligus bentuk antisipasi bahwa PD I yang terjadi
tahun 1914 tidak akan terulang kembali.
Namun kenytaannya hal ini dimentahkan kemabali oleh
kaum realis dengan meledaknya PD II tahun 1934-1945 yang membenarkan bahwa
dunia pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari peperangan (anarkhi). Bahkan
rentang waktunya jauh lebih lama dari PD I sebelumnya. Selanjutnya dua
perspektif ini saling serang sampai tahun 1960-an yang saat itu juga
bermunculan perspektif-perspektif baru.
Sebut saja Marxisme, ia hadir sebagai perlawanan
terhadap Barat yang membentuk konstalasi politik internasional bersifat
unipolar sebelumnya. Oposisi ini pun cukup berhasil dengan berubahnya unipolar
menjadi bipolar yang dikenal dengan situasi Perang Dingin sampai penghujung
tahun 1990-an. Marxisme juga dalam perlawanannya mengkritik Barat yang
cenderung inkosistensi dan bermuka dua, yaitu secara bersamaan menggunakan dua
perspektif yang saling kontra-posisi (realis dan liberalis) selain juga paham
kapitalis sebagai simbol perlawanan terhadap kaum borjuis.
Pertengahan abad 20 saat itu juga banyak perspektif
bermunculan dari dunia akademis terkait konsepsi ilmu pengetahuan. Behavioralis
dan Positivis, ilmu pengetahuan pasti (eksakta) mulai menunjukkan kemajuan
pesatnya saat itu. Bahwa ilmiah atau tidaknya suatu disiplin ilmu, sebagai
indikatornya adalah seberapa mampu ia diilmu-hitungkan dengan formula atau
teori yang ada. Titik poin inilah yang kemudian dijadikan reformasi bagi
perspektif-perspektif klasik sebelumnya (realis, liberalis, marxis) dengan
melakukan perubahan menjadi Neo-Realis, Neo-Liberalis, dan Neo-Marxis sebagai
disiplin ilmu sosial yang lebih ilmiah dan tidak terkesan utopis.
Sementara itu, perspektif Strukturalis dan Teori
Kritis mulai menunjukkan kehadirannya seiring semakin rumitnya permasalahan
yang dihadapi manusia. Dua perspektif ini merupakan pengembangan ulang dari gagasan
Karl Marx akan ketidak-mampuan sistem internasional (liberalis-kapitalis) dalam
menciptakan kesejahteraan bagi umat manusia. Bagi Teori Kritis, ia mempunyai
daya tarung yang cukup luas, karena dalam gagasannya ia mengkritik semua teori
dan perspektif HI yang telah mapan sebelumnya.
Tampaknya perspektif Posmodernisme mempunyai hutang
budi dengan Teori Kritis yang di Eropa lebih dikenal dengan sebutan Mazdab
Frankfurt (Frankfurt School). Berkat tingkat kepekaan yang dimiliki oleh
perspektif Teori Kritis dalam melihat situasi global, perspektif Posmodernisme
pun kemudian lahir dengan lebih berani menyuarakan tentang kebebasan dalam arti
hilangnya kesenjangan dan persamaan hak (emansipatoris). Posmodernisme tak
ubahnya seperti kunci yang membuka pintu gerbang untuk merangsang lahirnya
perspektif-perspektif baru dalam studi HI, tidak heran jika kemudian setelah
ini perspektif yang ada dalam HI semakin berwarna dan luas cakupannya.
Sebagai contoh adalah gerakan Feminisme dan Politik
Hijau (Green Thought). Feminisme hadir untuk menjawab sistem internasional yang
terlalu patriarkis, menghilangkan tingkat kesenjangan yang dialami kaum
perempuan untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya. Bahwa kaum perempuan masih
hidup dalam ketidak-adilan dan minimnya keterlibatan perempuan di ruang publik
adalah wacana yang terus diperjuangkan oleh perspektif emansipasi ini.
Ketika kesadaran manusia mulai tumbuh akan ancaman
alam karena terlalu banyaknya degradasi lingkungan, perspektif Green Thougth
hadir berangkat dari rasa kepedulian akan kelangsungan makhluk hidup dan
bagaimana seharusnya pergaulan manusia dengan alam sekitar itu terbentuk.
Gerakan hemat energi, penggunaan alat-alat ramah lingkungan, dan mengurangi
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan merupakan kampanye yang terus
didengungkan oleh Green Thought.
Buku ini cukup komprehensif dalam mengulas
perdebatan antar-perspektif yang ada dalam studi HI. Mulai dari perspektif
klasik hingga kontemporer menunjukkan kelengkapan materi meskipun miskin
istilah sebagaimana versi aslinya.
Untuk kedepan, diharapkan studi HI akan dipenuhi
dengan perspektif yang lebih humanis dan dapat berfungsi guna bagi kelangsungan
hidup manusia. Bahwa apapun yang ada dalam studi HI diharapkan dapat dirasakan
langsung manfaatnya oleh masyarakat luas untuk menegasikan stigma “ilmu
wacana”, atau setidaknya menjadi cara pandang masyarakat dunia untuk dapat
lebih bersikap arif dan bijak. Sehingga dari sini dapat tercipta gelombang
kesadaran dengan mengedepankan rasa kebersamaan dan saling memiliki
antar-subjektifitas satu dengan lain tanpa terhalang oleh batas negara, suku,
ras, budaya, dan agama untuk membentuk tata kehidupan lebih manusiawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar